Jangan Ada Rape Culture dan Victim Blaming Di Antara Kita

 


Beberapa bulan belakangan, berita kekerasan seksual banyak menghiasi layar kaca Indonesia. Seperti ‘profesi’ begal yang saat ini tidak hanya merampas barang berharga milik korban, tetapi juga melakukan pelecehan seksual, contohnya saja kasus begal payudara. 

Mirisnya adalah ketika berita pelecehan seksual yang dilakukan begal ada di media sosial, netizen justru ada yang memaklumi peristiwa tersebut dan melakukan victim blaming (menyalahkan korban). Komentar seperti “Wajar sih, makanya pake baju yang bener” merupakan bentuk dari rape culture dan victim blaming.

For your information ‘Rape Culture’ adalah sebuah keadaan dimana masyarakat abai dan menganggap bahwa kekerasan seksual adalah hal yang wajar serta normal. Sementara victim blaming adalah suatu response dengan menyalahkan korban terhadap peristiwa yang terjadi.

Bercerita sedikit tentang pengalaman teman yang merujuk pada pelecehan seksual secara online, sebut saja ‘Mawar’. Saat itu Mawar mengikuti sebuah webinar pranikah dimana peserta pria dan wanita tergabung dalam satu grup media sosial. Usai webinar terlaksana, ada salah seorang pria chat secara pribadi kepadanya. 

Alih-alih mengajak berteman dan menambah relasi justru pesan singkat tidak senonoh, memberi kesan merendahkan, dan membuat ‘Mawar’ tidak nyaman yang dikirim oleh pria tersebut. Pertama pesan singkatnya berbunyi “Temenin lah di hotel”. Kedua “PAP no jilbab pas pulang wkwk”.

Kalau anda menganggap pesan singkat tersebut adalah hal yang biasa dan berpikir hal itu terjadi akibat ‘Mawar’ genit karena menjawab pesan pria yang tak dikenal, maka hati-hati anda mendukung rape culture dan victim blaming. Kalau ditilik kembali untuk apa pria meminta ditemani ke hotel dengan wanita yang baru beberapa menit dikenal. Serta meminta foto wanita yang bukan mahramnya dengan tidak menggunakan kerudung. Pesan tersebut membuat ‘Mawar’ menjadi tidak nyaman, merasa direndahkan karena secara tidak langsung dianggap sebagai ‘wanita jalang’, serta membuatnya merasa terancam.

Kalau rape culture dan victim blaming masih ada di masyarakat, bagaimana kita dapat melawan kekeresan seksual serta menghapusnya dari kehidupan masyarakat, karena sebagian orang masih menganggap hal tersebut adalah hal yang wajar dan mendukung pelaku. Korban yang seharusnya dilindungi serta dipenuhi hak-haknya justru dijadikan sebagai kambing hitam.


Lalu Bagaimana Sih Caranya Untuk Melawan Rape Culture dan Victim Blaming?

Guna melawan dua hal tersebut ada beberapa hal yang dapat dilakukan. Pertama, cobalah mulai berpikir kritis terhadap suatu peristiwa yang terjadi. Pikirkan dampak yang ditimbulkan oleh pelaku terhadap korban. Kedua, belajar menjadi pendengar yang baik. Apabila orang disekitarmu mengalami kasus kekerasan seksual, dengarkanlah ia bercerita, komentari dengan menggunakan bahasa yang baik, tidak menyudutkannya, berikan support dan buatlah korban merasa aman. Ketiga, jika disekitarmu terdapat orang-orang yang melakukan bercandaan seksual, menghakimi korban maka beranikan diri untuk Speak Up, karena diam akan membuat rape culture, victim blaming dan kekerasan seksual semakin merajalela. 

So, mulai sekarang jangan ada lagi rape culture dan victim blaming diantara kita. Gerak bersama untuk melawan kekerasan seksual !!




You Might Also Like

0 comments